temu

Kampung Lali Gadget, Pelajaran Terbaik Adalah Bermain

“Kampung Lali Gadget adalah sebuah ekosistem, terapy, sekolah, lembaga belajar, wisata, literasi, tumbuh kembang anak, semuanya tumbuh bareng disini. Semuanya tumbuh subur disini”

Tulisan ini dibuat tahun 2023 dimana hampir sebagian besar orang bahkan anak-anak sudah memiliki alat komunikasi sendiri terutama smart phone yang sudah terhubung dengan internet. Memang jadi satu kebutuhan namun disisi lain juga akan mengurangi beberapa aktifitas penting. Terutama pada anak-anak yang sedang mengalami proses tumbuh kembang.

Salah satunya adalah kurang bergerak, kurang berkomunikasi secara sosial di masyarakat. dan paling berbahaya adalah masuk dalam taraf kecanduan. Yups, kecanduang dengan smartphone, dimana pemiliknya akan merasa smartphone adalah segalanya dan tidak bisa lepas sedetikpun dari genggaman.

Ada seorang pemuda asal Dusun Bendet, Desa Pagerngumbuk, RT. 002/RW. 003, Kecamatan Wonoayu. Kabupaten Sidoarjo bernama Ahmad Irfandi yang melahirkan Kampung Lali Gadget (KLG). Satu kawasan ekosisitem yang sangat mendukung terhadap tumbuh kembang anak dan melawan terhadap bahaya kecanduan gadget yang dialami anak-anak.

“Tujuannya tentu bukan untuk melawan gadget, namun lebih kepada keseimbangan kebutuhan kembang anak”, jelas Achmad Irfandi ditemui di KLG akhir Agustus 2023. Apalagi dengan masa pendemi periode tahun 2020 sampai 2022 dimana anak-anak diharuskan diam dirumah dan menjadikan gadget sebagai tempat mereka bermain.

Banyak aktifitas yang ditawarkan oleh KLG, mulai dari literasi, program tumbuh kembang anak, pengenalan terhadap alam, permainan tradisional dan banyak lagi. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan tumbuh kembang anak dengan pembelajaran secara langsung. Anak bisa belajar bercocok tanam, bisa belajar mainan tradisonal, bahkan belajar bermain tembang juga bisa di KLG ini.

Dan hasilnya ternyata sangat efektif untuk mengalihkan perhatian anak terhadap alat elektronik dan gadget. Aktivitas yang digelar di program ini mengajarkan edukasi budaya, kearifan lokal, olahraga, edukasi satwa, permainan tradisional. Untuk kegiatannya akan menyesuaikan dengan kebutuhan dari pengunjung yang datang.

“Kebanyakan pengunjung sini masih dari kawasan Surabaya sidoarjo dan dijadwalkan setiap akhir pekan sabtu/minggu,” terang Irfandi. Memang sejak pendemi ada ada perubahan kebiasaaan dari rombongan yang datang. Bila sebelum pandemi kegitan bisa 1-2 bulan sekali dalam sekala besar. Saat ini hampir setiap minggu namun dalam skala yang lebih kecil sekitar 50 anak.

Untuk peralatan atau alat peraga permainan sebagian besar berasal dari alam. Dalam artian alat permaian diambil langsung dari alam terutama tanaman. Seperti membuat mainan maupun boneka

dari bahan alam seperti batang daun singkong atau pelepah daun pisang. Semuanya bisa didapat dengan mudah di daerah pedesaan.

“Alat permainan buat sendiri dari dedaunan, termasuk dolanan tanpa alat, Kita juga ada dolanan tembang selain dolanan yang menggunakan alat”, ungkap Irfandi. Jadi tidak hanya permainan alat tapi juga permaian kata untuk anak yang lebih dewasa.

Lokasi KLG ini berada di tengah persawahan, hamparan sawah yang luas sudah langsung terlihat begitu juga dengan sistem irigasi sawah yang bisa digunakan untuk permainan air. Tentunya semuanya sangat aman. Untuk akses jalan menuju lokasi sangatlah mudah dan bisa menampung kendaraan besar seperti bus.

Baca juga: Kreasi Seni Lukis di atas puding

Menurut Irfandi, anak-anak tidak bermain permaianan tradisional bukan karena tidak suka tapi tidak ada yang memperkenalkan mainan tradisional. Orang disekitar anak-anak tidak ada yang mengenalkan permainan tradisional . “orang tua sekarang sering bilang kalo, arek saiki gak seneng dolanan, senengane hp (anak sekarang gak senang mainan senangnya sama hp),” ungkap Irfandi. Padahal kondisi ini terjadi karena anak-anak tidak tahu apa itu mainan tradisional

Irfandi meyakinkan bawah anak anak sangat suka dengan permainan tradisional dengan syarat ada yang memperkenalkan, benar cara permainannya dan dimainkan dengan suka cita. Disini pihaknya sudah mnyediakan tim khusus dari akademisi yang akan mambantu proses kegiatan di KLG. Untuk tim diakuinya bahwa saat ini memang tidak tetap alias datang dan pergi, sekitar 10-15 orang yang membantu progres kegiatan di KLG ini. “Untuk tim memang datang dan pergi, namun untuk tim yang loyal sekitar 5 orang saja” Terang Irfandi.

Untuk pendanaan dari kegiatan di KLG ini memang sebagian besar bersumber dari kunjungan anak-anak yang ingin belajar. Menurut Irfandi untuk pembangunan KLG sendiri berawal dari penjualan udeng/topi tradisonal Sidoarjo. “Kalau mengawali dulu saya berjualan udeng tradisional sidoarjo, dan itu jadi bangunan perpustakaan,” seraya menunjuk bangunan di timur aula.

Kedepannya memang KLG ingin ada investor yang bisa masuk namun ada ketakutan terkikisnya idealism. “Kita saat ini belum ada investor, atau tepatnya investornya belum kita temukan”, jelasnya. Karena investor yang datang harus berkomitmrn untuk terus menjaga visi misi KLG, dan itu bukan hal yang mudah.

Sumberdana lainnya ada support dari beberapa lembaga pemerintahan seperti Kementrian Pendidikan dan pemprov sepenuhnya di utamakan untuk kelengkapan permainan seperti dakon dan beberapa alat pemandu permaianan.

Disinggung tentang kebiasaan membaca buku yang cukup rendah di kalangan anak-anak saat ini, Irfandi merasa bahwa itu bukan hal yang sulit selama orang terdekat anak yaitu orangtua menggunakan cara yang benar. Menurutnya kebiasaan membaca buku pada anak tidak bisa langsung disuruh baca. Kenalkan saja dengan buku dan biarkan dia berkreasi dengan buku tersebut

“ Ada anak bernama Kay, dia suka buku tapi untuk di bacakan, jadi dia ambil buku dan cari siapa yang dia suka minta untuk dibacakan,” ungkapnya. Tidak pernah menyuruh baca buku, kita ajak mereka bermain dan buku tersebut ada diarea mereka bermain. Karena tahap awal literasi bagi anak-anak adalah buku sebagai alat permaiann

Rencana kedepannya KLG akan dilengkapi engan permainan seperti di taman bermain seperti  perosotan, tapi dengan bahan kayu. Bahkan kedepan akan di buatkan permainan panjat tebing. Semakin banyak permainan akan semakin bagus untuk anak-anak.

Dari hasil studi, Irfandi mengatakan kalau tumbuh kembang anak tidak perlu gadget. Untuk rentang usia 0-6 tahun yang di pelajari adalah interaksi dengan orang tua dengan orang dewasa, dengan alam, merasakan alam. “ Diberi hp anak tetep belajar, tapi belajar aplikasi di hp yang menjadi tidak terkendali,”

Harapan kedepan Irfandi ingin mengembangkan KLG menjadi sekolah, cita-cita yang pelan-pelan di bentuk. “Kelinci percobaan dengan mengisi kurikulum, ada sekolah senin-rabu diajarkan dolanan. Main pasair, main air.” Dan sudah ada beberapa anak yang ikut untuk kelas tersebut

Kendala terbesar perkembangan dari KLG adalah dimana masyarakat lebih condong berpikir ke hal praktis. “Banyak yang menganggap hp yang utama kenapa harus dilupakan,kata ini jadi salah satu kendala terbesar di KLG,”  aku Irfandi. Selain itu tim KLG berprinsip kalau Kritik membuat makin lurus, hujat membuat semakin kuat.

Kampung Lali Gadget ini akhirnya berhasil membawa nama Achmad Irfandi sebagai Penerima Apresiasi 12th Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2021 Bidang Pendidikan oleh PT Astra International Tbk.

Loading

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *